Sumber:
الشيخ عبدالعزيز بن عبدالله بن باز "الدروس المهمة لعامة الأمة "
Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah bin Baz, Intisari Ajaran Islam (pdf bisa didapat dihttp://rowea.blogspot.com/2010/01/blog-post_16.html?m=1)
Pelajaran #16 BERADAB DENGAN ADAB YANG ISLAMI
Diantara adab-adab luhur yang dianjurkan Islam:
1. Mengucapkan salam
2. Berseri-seri dan ceria
3. Makan dan minum dengan tangan kanan
4. Membaca basmallah ("Bismillah") ketika memulai dan hamdalah ("Alhamdulillah") ketika selesai
5. Mengucap hamdalah ("Alhamdulillah") setelah bersin
6. Menjawab yang bersin jika ia mengucap hamdalah
7. Menjenguk orang sakit
8. Menghadiri shalat jenazah dan pemakamannya
9. Dan adab-adab lainnya yang disyariatkan ketika masuk dan keluar Masjid, masuk dan keluar rumah, ketika bepergian, adab dengan kedua orang tua, dengan para kerabat, tetangga, orang-orang yang lebih tua, orang-orang yang lebih muda, mengucapkan selamat kepada yang mendapat kelahiran anak, mendoakan agar mendapat berkah bagi orang yang menikah, berdukacita terhadap orang yang mendapat musibah, adab saat berpakaian, membuka pakaian, dan memakai alas kaki.
Pelajaran #17 WASPADA TERHADAP SYIRIK DAN MAKSIAT
Tujuh macam (dosa besar) yang membinasakan, yaitu:
1. Syirik kepada Allah
2. Sihir
3. Membunuh jiwa yg diharamkan Allah kecuali dengan alasan yg benar
4. Memakan riba
5. Memakan harta anak yatim
6. Lari dari medan perang
7. Menuduh berbuat zina kepada wanita mukminah yg suci
Maksiat lainnya [yg harus dihindari]:
1. Durhaka terhadap kedua orang tua
2. Memutuskan hubungan silaturrahim
3. Bersaksi palsu
4. Bersumpah dusta
5. Menyakiti tetangga
6. Mendhalimi sesama manusia dalam hal darah, harta dan kehormatan
7. Minum minuman yg memabukkan
8. Berjudi
9. Ghibah (menggunjing aib orang lain)
10. Mengadu domba
11. Dan dosa-dosa lainnya yang dilarang Allah dan Rasul-Nya
Pelajaran #18 MERAWAT JENAZAH, MENSHALATI DAN MEMAKAMKANNYA
Tatacara merawat jenazah adalah sebagai berikut:
Pertama: Disyariatkan bagi orang yg sedang sekarat untuk ditalqin (dituntun untuk membaca):
لاإله إلا الله
"Tiada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah"
Berdasar sabda Nabi Shallallahu alaihi Wasallam:
لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
"Talqinkanlah (tuntunkanlah) orang yang akan meninggal di antara kalian dengan bacaan: 'Laa ilaha illallah'."
(HR. Muslim)
Adapun yg dimaksud dengan kata مَوْتَاكُمْ adalah orang-orang yang sudah tampak padanya tanda-tanda kematian.
Kedua: Jika telah diyakini kematian seseorang maka kedua matanya dipejamkan dan dagunya dirapatkan, berdasar sunnah mengenai hal ini.
Ketiga: Wajib hukumnya memandikan mayit muslim, kecuali jika ia syahid, mati dalam peperangan maka ia tidak dimandikan dan tidak dishalati, tetapi langsung dimakamkan dengan pakaiannya, karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak memandikan dan menshalati yang wafat dalam peperangan Uhud.
Keempat: Tatacara memandikan mayit:
o Aurat mayit ditutup, kemudian ditinggikan (tempatnya)
o Tekan perutnya dengan perlahan-lahan
o Orang yang memandikan mayit hendaklah membalut telapak tangannya dengan sepotong kain atau sejenisnya
o Lalu mensucikan mayit itu dari najisnya dengan sepotong kain tersebut
o Lalu membasuh anggota wudhunya. Sebagaimana ia berwudhu untuk shalat.
o Kemudian membasuh kepala dan janggutnya dengan air yg dicampur daun sidr (bidara) atau sejenisnya. Setelah itu membasuh tubuh bagian kanan lalu bagian kiri.
o Ulangi basuhan itu dua hingga tiga kali. Pada setiap basuhan hendaklah menekan perutnya. Bila najis terus keluar maka hendaklah ditutup dengan kapas atau sejenisnya, jika tidak berhenti maka ditutup dengan tanah panas atau dengan peralatan kedokteran modern seperti plester atau sejenisnya.
o Setelah itu diulangi wudhunya. Bila ia belum bersih dengan tiga kali basuhan, maka ditambah lagi lima atau tujuh kali. Kemudian badannya dikeringkan dengan kain dan hendaknya diberikan minyak wangi pada lipatan-lipatan badan dan anggota-anggota untuk sujud.
o Apabila seluruh badannya diberikan minyak wangi maka Itu lebih baik. Setelah itu kain kafan diasapi dengan buhkur (asap kayu-kayu wangi).
o Apabila kumis dan kukunya panjang hendaklah dipotong, namun jika dibiarkan juga tidak apa-apa. Rambut tidak perlu disisir. Begitu pula rambut kemaluan tidak perlu dicukur. Dan bila belum khitan, maka tidak perlu dikhitan karena tidak ada dalil dalam hal ini. Mayit perempuan rambutnya diikat tiga dan diulurkan ke belakang.
Kelima: Mengkafani Mayat
o Jenazah laki-laki yang terbaik baginya adalah dikafani dengan 3 lapis kain putih, yang tidak terdiri dari kemeja dan sorban. Sebagaimana yang dilakukan terhadap jenazah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau dimasukkan ke dalamnya. Jika jenazah dikafani dengan kemeja dan sarung, kemudian dibalut dengan kain sekali saja maka hal itu boleh.
o Jenazah wanita dikafani dengan 5 lapis kain. Pakaian, kerudung, sarung dan dibalut dengan kain dua lapis.
o Yang wajib pada kafan seluruh mayit adalah 1 kain yang menutupi seluruh tubuhnya.
o Akan tetapi apabila mayit itu wafat dalam keadaan berihram (sedang memakai pakaian ihram) maka ia dimandikan dengan air dan daun sidr (bidara). Lalu dikafani dengan kain ihram nya, sarung, selendangnya atau lainnya. Muka dan kepalanya tidak ditutup, tidak pula diberi minyak wangi, karena ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah sebagaimana yang telah diberitakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits shahih.
o Apabila mayit itu wanita yg sedang ihram, maka ia dikafani sebagaimana mayit wanita lainnya, tetapi ia tidak diberi minyak wangi dan tidak ditutup mukanya dengan cadar, kedua tangannya juga tidak ditutup dengan sarung tangan. Muka dan tangannya ditutup dengan kain kafan, seperti penjelasan tatacara mengafani mayit wanita di atas.
o Jenazah anak laki-laki dengan 1 lapis sampai 3 lapis kain.
o Dan Jenazah anak perempuan dikafani dengan 1 pakaian dan 2 lapis kain
Keenam: Bagi mayit laki-laki yang paling berhak memandikan, menshalati dan menguburnya adalah orang yang telah diberi wasiat untuk itu, kemudian bapaknya, lalu kakeknya, kemudian kerabatnya terdekat yang laki-laki [anak laki-laki, kakak/adik laki-laki dst]
Bagi mayit wanita yang paling berhak memandikan adalah yang menerima wasiat, kemudian ibunya, lalu neneknya, kemudian kerabat terdekat yang perempuan [anak perempuan, kakak/adik perempuan dst].
Dan bagi suami/isteri yang paling berhak memandikan adalah pasangannya. Karena Abu Bakar as-Shiddiq dimandikan oleh isterinya, demikian juga Ali bin Abi Thalib ra. memandikan istri beliau Fatihah ra.
Ketujuh: Tata Cara Shalat Jenazah
o Shalat dengan melakukan takbir 4 kali
o Setelah takbir pertama membaca Al-Fatihah, jika membaca satu atau dua ayat pendek setelahnya (al-Fatihah) maka hal itu baik berdasarkan hadits shahih yang menjelaskan hal itu yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.
o Kemudian takbir kedua, lalu membaca shalawat atas Nabi Shallallahu alaihi wasallam sebagaimana bacaan shalawat dalam tasyahud
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Ya Allah, semoga shalawat tercurah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana tercurah pada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, semoga berkah tercurah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana tercurah pada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.
(HR. Bukhari no. 4797 dan Muslim no. 406, dari Ka'ab bin 'Ujroh).
o Takbir ketiga kemudian membaca doa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيرِنَا وَكَبِيرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا
اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى الْإِسْلَامِِ وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى الْإِيْمَان
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ
اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ
Wahai Allah! Ampunilah orang yang hidup di antara kami dan orang yang mati, yang hadir dan yang tidak hadir, (juga) anak kecil dan orang dewasa, lelaki dan wanita kami.
Wahai Allah! Orang yang Engkau hidupkan di antara kami, maka hidupkanlah dia di atas keislaman. Dan orang yang Engkau wafatkan di antara kami, maka wafatkanlah ia di atas keimanan.
Wahai Allah! Berilah ampunan baginya dan rahmatilah dia. Selamatkanlah dan maafkanlah ia. Berilah kehormatan untuknya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah ia dengan air, es dan salju. Bersihkanlah dia dari kesalahan sebagaimana Engkau bersihkan baju yang putih dari kotoran. Gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya semula, isteri yang lebih baik dari isterinya semula. Masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah dari adzab kubur dan adzab neraka.
Wahai Allah! Janganlah Engkau halangi kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau sesatkan kami sesudahnya.
o Setelah itu takbir keempat, kemudian salam satu kali ke kanan.
Dan disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan pada setiap kali takbir.
Apabila jenazahnya seorang wanita, maka diganti dengan dhamir muannats ("hu" diganti "ha"):
(اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا ....)
Jika jenazahnya dua orang maka "hu" diganti menjadi "huma":
(اللَّهُمَّ اغْفِرَْ لهُما وَارْحَمْهُما ....)
Jika jenazahnya lebih dari dua orang maka "hu" diganti menjadi "hum":
(اللَّهُمَّ اغْفِرَْ لهُم وَارْحَمْهُم ....)
Jika jenazahnya anak-anak, maka sebagai ganti doa mohon ampunan diatas diubah dengan do'a berikut:
اللّهُمَّ اجْعَلْهُ لِوَالِدَيْهِ فَرَطًا وَأَجْرًا وشَفِيعًا مُجَابًا
"Ya Allah, jadikanlah dia sebagai simpanan, pahala, dan sebagai syafaat yang mustajab untuk kedua orang tuanya."
اللَّهُمَّ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِينَهُمَا، وَأَعْظِمْ بِهِ أُجُورَهُمَا، وَأَلْحِقْهُ بِصَالِحِ سَلَفِ الْمُؤْمِنِينَ، وَاجْعَلْهُ فِي كَفَالَةِ إِبْرَاهِيمَ، وَقِهِ بِرَحْمَتِكَ عَذَابَ الْجَحِيمِ
"Ya Allah, perberatlah karenanya timbangan kebaikan kedua orang tuanya, perbanyaklah pahala kedua orang tuanya, dan kumpulkanlah dia bersama orang-orang shalih terdahulu dari kalangan orang yang beriman, masukkanlah dia dalam pengasuhan Ibrahim, dan dengan rahmat-Mu, peliharalah dia dari siksa neraka Jahim."
Sunnahnya imam berdiri sejajar dengan kepala jenazah pria, dan [Imam] berdiri sejajar dengan bagian tengah jenazah wanita.
Dan jika jenazahnya banyak, maka yg terdekat dengan imam adalah jenazah pria dan yg terdekat dengan kiblat [terjauh dari imam] adalah jenazah wanita. Jika diantara jenazah ada jenazah anak-anak, maka jenazah anak laki-laki lebih dikedepankan (lebih dekat dengan imam) daripada jenazah wanita, kemudian jenazah wanita, lalu jenazah anak wanita. Kepala jenazah anak laki-laki sejajar dengan kepala jenazah laki-laki dewasa. Bagian tengah jenazah wanita sejajar dengan kepala jenazah laki-laki. Begitu juga jenazah anak wanita, kepalanya sejajar dengan kepala jenazah wanita, [atau jika tdk ada jenazah wanita dewasa] bagian tengahnya sejajar dengan kepala pria.
Seluruh ma'mum shalat jenazah berdiri di belakang imam, kecuali jika ada seorang ma'mum yang tidak mendapat tempat maka ia berdiri di sebelah kanan imam.
Kedelapan: Tatacara Memakamkan Jenazah
o Adapun perkara yang disyariatkan adalah menggali kuburan dengan kedalaman setengah tinggi laki-laki.
o Hendaknya di dalamnya dibuat liang lahad dengan posisi arah kiblat.
o Dan jenazah diletakkan di dalam liang lahad tersebut (dalam posisi miring) bertumpu pada sisi kanan badannya.
o Lalu ikatan kafannya dilepas, tidak diambil tapi dibiarkan begitu saja.
o Wajahnya tidak diperlu dibuka, baik jenazah itu laki-laki maupun perempuan
o Kemudian diberikan batu bata yang diberdirikan, dan celah-celahnya diberi adonan tanah. Supaya kuat dan bisa menghalangi jenazah agar tidak kejatuhan tanah.
o Bila sulit mendapatkan batu bata, bisa diganti dengan yang lain seperti papan, batu, atau kayu yang dapat menghalangi masuknya tanah.
o Kemudian setelah itu ditimbun dengan tanah. Dan disunnahkan ketika itu (saat menimbun dgn tanah) membaca doa:
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلًّةِ رَسُوْل اللهِ
"Dengan nama Allah dan di atas agama/ajaran Rasulullah…"
o Selanjutnya kuburan ditinggikan sejengkal dari tanah dan diberi kerikil diatasnya jika memungkinkan dan disiram air.
o Dan disyariatkan bagi orang-orang yg mengantarkannya untuk berdiri di sisi kuburan dan berdoa untuk si mayit karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apabila sudah selesai menguburkan jenazah beliau berdiri di sampingnya dan bersabda:
َ اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ
"Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian dan mintakan supaya dia diberikan keteguhan, karena sekarang ini dia sedang ditanya".
Kesembilan: Dan disyariatkan bagi mereka yang belum menyalatkan mayit [misal, keluarga yg datang terlambat - red], agar menyalatkannya setelah dikuburkan, karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengerjakannya dengan catatan bahwa waktunya masih satu bulan atau kurang dari waktu dikubur. Tidak ada riwayat bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melakukannya setelah lewat masa satu bulan.
Kesepuluh: Tidak diperbolehkan bagi keluarga jenazah membuat makanan untuk orang-orang. Berdasarkan perkataan seorang sahabat yang mulia Jabir bin Abdullah Al-Bajali ra.
"Kami (para Sahabat) menganggap berkumpul di keluarga mayit, dan jamuan makanan setelah penguburannya termasuk dalam niyahah (meratapi mayit dengan ratapan yg diharamkan)."
(HR. Imam Ahmad dengan sanad yg baik)
Adapun membuatkan makanan untuk keluarga yang tertimpa musibah tersebut atau tamu-tamu mereka, maka itu tidak apa-apa bahkan dianjurkan agar para kerabat dan para tetangga membuat makanan bagi mereka. Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendengar kabar kematian Ja'far bin Abi Thalib ra. di Syam, beliau meminta keluarga beliau shallallahu alaihi wa sallam untuk membuatkan makanan yang akan diberikan kepada keluarga Ja'far bin Abi Thalib ra., beliau bersabda:
فَإنه قَد جاء هُمْ ما يشغلهم
"Sesungguhnya mereka telah ditimpa perkara yang menyibukkan mereka."
Keluarga jenazah boleh memanggil para tetangga untuk makan makanan yang telah dihadiahkan bagi mereka. Dan menurut sebatas pengetahuan kami [Syaikh Bin Baz] tentang hukum syar'i tidak ada batasan waktu dalam hal ini.
Kesebelas: Tidak dibolehkan bagi seorang perempuan berkabung atas kematian seseorang lebih dari 3 hari, kecuali berkabung atas kematian suaminya. Saat itu ia berkabung selama 4 bulan 10 hari, kecuali kalau ia hamil maka berkabung sampai ia melahirkan. Hal itu berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang hal ini.
Adapun bagi seorang laki-laki tidak boleh berkabung atas kematian seorang kerabat dan lainnya.
Keduabelas: Disyariatkan bagi laki-laki untuk berziarah kubur dari waktu ke waktu untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, memohonkan rahmat untuk mereka serta untuk mengingatkan akan kematian dan apa yang ada sesudah itu.
Karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
زوروا القبور ؛ فإنها تذكركم الآخرة
"Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat"
(HR. Imam Muslim dalam shahihnya)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada para sahabat beliau apabila berziarah kubur untuk mengucapkan:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، َ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَة ََيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِين
"Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam, dan sungguh kami insyaa Allah akan menyusul kalian, aku meminta keselamatan untuk kami dan kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan."
Adapun kaum wanita, maka ia tidak boleh melakukan ziarah kubur karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat wanita yang menziarahi kubur. Alasannya adalah karena dikhawatirkan terjadi fitnah dan tidak mampu menahan sabar.
Begitu juga wanita tidak boleh ikut mengantar jenazah sampai ke kuburan. Karena Rasulullah juga melarang hal tersebut. Adapun shalat jenazah baik di Masjid maupun di tempat lain, dibolehkan untuk pria dan wanita semuanya.
PENUTUP
Inilah yang mampu kami (baca: Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah bin Baz) susun. Semoga Allah Subhanahuwa Ta'ala senantiasa melimpahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shalallaahu alaihi wa sallam kepada segenap keluarganya dan sahabatnya.